Subscribe:

Belajar Bahasa Devayan-Simolol

Senin, 27 Juni 2011

Satu Dusun Gagalkan Program KB

Luar Biasa…itulah kata yang dapat keluarkan dari mulut ketika program KB ditolak mentah-mentah oleh masyarakat Dusun Laut Tawar Desa Amabaan Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue di Provinsi Aceh itu. Penolakan berjamaah itu dikomandoi oleh Sang Kepala Dusun dan diaminkan oleh hampir seluruh masyarakatnya.

Alasan penolakan itu diutarakan oleh masyarakat Dusun Laut Tawar ketika beraudiens dengan Wakil Bupati Simeulue Drs. M. Yunan T pada hari kamis lalu 12 Mei 2011 di halaman SD Laut Tawar pada saat pembukaan kegiatan Pengobatan masyarakat tertinggal, perbatasan dan kepulauan (Program DTPK Kemenkes) dengan harapan dan tujuan untuk segera memenuhi persyaratan permohonan pemekaran Dusun mereka untuk menjadi sebuah Desa definitif.
Alasan yang sedikit masygul ditengah-tengah kondisi masyarakat yang tertinggal dan miskin yang melilit kehidupan mereka, walau mereka tahu bahwa perencanaan kelahiran akan memberikan mutu kehidupan dan kesehatan lebih baik, namun cita-cita yang sudah menjadi harga mati untuk segera menjadikan Desa yang definitif yang merupakan impian yang tak bisa ditawar-tawar lagi sejak tahun 1999 lalu, sehingga program nasional KB unt13052885071686484232uk sementara ini mereka tolak mentah-mentah.
“Kami akan melaksanakan KB segera setelah cita-cita kami berhasil” Ungkap seorang Bapak sambil menggendong anak keenamnya dengan senyum penuh arti…
Seorang Ibu berkata ‘Kalau sudah menjadi Desa, kami tidak lagi bepergian satu hari penuh ke Desa induk hanya untuk mengambil jatah beras miskin kami’
Di Dusun ini akan mudah didapati jumlah anak berkisar antara 5 sampai 11 orang dalam sebuah keluarga, dengan kondisi rumah yang sangat sederhana dan hygiene sanitasi juga rendah.
Dengan jumlah penduduk yang saat ini 300 orang, cita-cita mereka akan membutuhkan upaya 3x lebih banyak lagi sehingga bisa mencapai minimal syarat sebuah Desa yaitu 1000 penduduk.
Masyarakat Dusun ini harus melewati 7 gunung sebelum bisa sampai ke ibukota Desa Amabaan, dengan jarak 12 km yang ditempuh mayoritas masyarakatnya dengan berjalan kaki, setengah hari berjalan baru sampai ke Desa Induk dan jika pulang pergi memerlukan waktu satu harian penuh. Akses kenderaan yang dipunyai masyarakat Dusun hanyalah beberapa buah sepeda motor, sementara kondisi jalan masih berbentuk jalan terobosan.
Sambil berseloroh tim kami yang syok melihat penolakan ini berujar miris ‘Mungkin masyarakat Dusun lebih suka melewati 2 gunung yang ada di rumah ketimbang 7 gunung…hhmmm….yaaahh…!’
Pernah dimuat di kompasiana
Protected by Copyscape Web Plagiarism Detection