Subscribe:

Belajar Bahasa Devayan-Simolol

Minggu, 10 Juli 2011

Nature or Nurture

Kecepatan (speed), kekuatan (strength), kegesitan (agility), dan daya tahan (endurance) serta kecerdasan (intelligence) adalah faktor-faktor yang diturunkan (nature) yang didapat dari kedua orang tua secara genetis. Sedangkan faktor-faktor yang didapat dari lingkungan (nurture) adalah faktor-faktor sosial yang didapat setelah manusia lahir ke dunia.

Kedua faktor ini secara sinergi bisa saling memperkuat dan memperlemah, lihat saja  para atlit dari benua Afrika rata-rata selalu menjadi yang terbaik dalam lintasan atletik. Seolah-olah merekalah yang memiliki jargon olimpiade Vini, Vidi, Vici itu. Kami datang, kami berjuang dan kami menang. Talenta yang dimiliki oleh ras negroid kemudian diperkuat oleh keadaan sosial, geografis, dan lingkungannya sehingga patut dan layak mereka tetap yang terbaik di lintasan atletik. Fakta yang membuktikan bahwa rerata olimpiade di dunia selalu didominasi wajah-wajah dan kulit-kulit ras Afrika dan sampai saat ini pun dominasi ini belum lagi terpatahkan. Walau sesekali kemudian barulah muncul dari ras kaukasoid, para atletik yang berasal dari tanah Balkan.

Kemudian Amerika Selatan selalu identik dengan permainan bola yang ciamik, seolah bermain bola bagi mereka seringan menarik nafas saja? Para pesohor sepak bola dunia selalu didominasi dari benua ini. Tercatatlah mulai dari Pele, sang legendaris hidup yang dilanjutkan dengan Maradona, Romario, Ronaldo, dan terakhir ini pesohor club Barca yang menjadi pemain terbaik dunia, Messi. Lalu sesekali muncullah satu-satu dari benua lain seperti Eropa dan Afrika sebagai katakanlah bias genetika?
Lalu dimanakah letak keunggulan negara lain? sebagai keadilan genetika? India dengan kriketnya, Rusia dengan senamnya, Asia kuning (mongoloid) dengan badmintonnya termasuklah Indonesia dalam hal ini. Dan bisakah dikatakan bahwa kita sebaiknya ‘rela’ dengan pambagian genetika keunggulan ras seperti ini?

Genetis memang merupakan faktor yang menentukan, bahwa sekelompok masyarakat punya talenta atau kecenderungan terhadap sebuah aktifitas olah raga. Benua Afrika mencatatkan keturunan-keturunan yang punya stamina kuat (endurance) dan kekuatan (strength) yang prima sehingga mereka spartan dalam olahraga yang mengandalkan kekuatan dan stamina, baik gen yang masih murni yang belum tercampur yang berada di benua Afrika maupun yang sudah bermigrasi ke benua lain. Kekhasan genetisnya tetap mereka bawa meskipun mereka sudah melintas batas jauh dari benua asalnya.

Beberapa atlit Amerika yang merajai lintasan atletik juga berkulit hitam, demikian juga Eropa.
Endurance dan strength mereka juga berpengaruh terhadap penguasaan olahraga sepak bola. Karena kedua olahraga ini memang bertumpu kepada kedua kelebihan ini. Bisa jadi Amerika Selatan mempunyai kelebihan lain yaitu kecepatan (speed) sehingga walaupun mereka lemah di kekuatan namun endurance dan speed lah yang membuat mereka menang dalam persaingan sepak bola dunia.
13101349161637246057
Nature and Nurture (jose_psychology)
Lalu dimanakah Indonesia? Kita sepertinya telah ‘ditakdirkan’ untuk dominan di jalur agility atau kegesitan dan sedikit kecepatan, namun lemah dalam endurance maupun kekuatan. Oleh sebab itu kitapun tak jauh-jauh dari hasil penguasaan olah raga yang kita dominasi. Sepakbola? no way, itu bukanlah genetis Indonesia. Badmintonlah yang lebih spesifik untuk agility dan speed tadi.

Berbeda halnya jika genetis badminton yang sudah melekat dalam agility dan speed ras Asia kuning, dengan polesan dan latihan maka kita akan merajai olahraga ini dimana-mana. Sampai-sampai orang Afrika sendiri bingung kenapa Indonesia begitu digjayanya dalam olah raga ini. Ketika badminton baru pertama kalinya dimasukkan dalam cabang olimpiade, Indonesia berhasil menancapkan dominasinya dalam dua medali emas sekaligus yang diraih oleh Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti pada waktu itu.

Siapa yang tak bangga jika para olahragawan Indonesia bisa merajai dalam setiap cabang olahraga yang ada di dunia, mendominasi dalam setiap even yang mengharumkan nama bangsa terlebih dalam bidang sepakbola, sebagai olahraga favorit masyarakat kita sepertinya belum lengkap sebuah kebanggaan jika belum dilengkapi dengan tropi sepakbola, ibarat bunga yang mekar indah namun tiada semerbak wangi yang tercium ke seluruh negeri. Begitulah kemenangan olahraga tanpa disertai kemenangan bola kaki.

Dalam bidang sepak bola kita bukanlah pemilik talenta itu, jika dibandingkan dengan raksasa bola dunia seperti Amerika Selatan dan Eropa, kita bagaikan goliath dan liliput itu. Apakah itu berarti segalanya tamat? Nanti dulu, dalam pencapaian sebuah prestasi nature bukanlah segala-galanya, nurture juga mempengaruhi hal itu. Sebuah prestasi akan dipengaruhi oleh dua keseimbangan secara bersamaan nature and nurturebiology and social yang bisa tumbuh baik dalam individu atau karakter sebuah bangsa yang terus menerus dipoles dan dilatih dalam setiap kesempatan.

Prestasi yang dicapai para bintang sepak bola dunia saat ini tak terlepas dari perjalanan panjang yang bernama penjaringan dan pembinaan. Negara yang tidak diunggulkan sebagai negara bola bisa jadi akan menjadi raja bola di suatu saat. Siapa sangka Korea Selatan akan mampu mempermalukan para raksasa bola dunia, itu semua tak terlepas peran penjaringan dan pembinaan, dengan pelatihan yang mantap, mendatangkan pelatih juga yang mantap dengan manajemen yang baik, akhirnya mereka dapat masuk ke jajaran elit sepakbola Asia dan dunia. Dan kesemua itu bukanlah semudah membalik telapak tangan. Semua butuh waktu, tenaga, dana, dan semangat juang yang tinggi dan jangan tinggalkan juga rasa nasionalisme.

Kita tertegun mendengar sebuah wawancara di TVRI beberapa minggu yang lalu, kala itu TVRI menampilkan duta besar Kroasia sebagai orang yang diwawancarai. Mana kala Kroasia sebuah negara kecil di Eropa itu punya sistem penjaringan yang luar biasa baiknya, begitu besar perhatian mereka terhadap penjaringan bakat. Mulai dari sekolah dasar mereka sudah mulai mengelompokkan para calon olahragawan mereka ke arah mana mereka akan diarahkan kelak setelah dewasa nantinya, dan di sini negara berperan sangat penting dalam menyusun sistem ini. Tidak membiarkannya berjalan sendiri. Sementara negara kita Indonesia bagaimana?

Bias genetika atau mutasi gen bisa saja terjadi, sehingga sesekali muncul ras lain dalam talenta yang berbeda. Tapi itu sebuah keajaiban, yang benar adalah nurture yang diperkuat sehingga memaksimalkan nature yang ada. Nature akan semakin bersinar jika dipoles dengan nurture, talenta bertemu dengan latihan dan pembinaan yang sempurna akan menghasilkan para bintang. Inilah idealisme sebuah pencapaian.  Namun  nature dan nurture semua bisa ditambah dan dipoles dengan usaha keras dan keseriusan. Indonesia pun bisa mensejajarkan diri dengan bangsa lain yang bertalenta. Kita bisa memoles nature yang minimalis dengan nurture yang maksimalis. Selamat berbenah dan berjuang, bravo olahraga Indonesia…

Pernah dimuat di : kompasiana

Protected by Copyscape Web Plagiarism Detection

Mencari Sinyal di Ujung Pulau

Aktifitas yang dianggap lucu bagi orang luar namun hal biasa bagi masyarakat Alafan di ujung Pulau Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh ini adalah mencari sinyal. Sinyal hand phone bagi masyarakat Alafan adalah sebuah anugerah, dimana tidak semua wilayah kecamatan mempunyai titik jaringan demikian masyarakat Alafan menyebutkannya. Di tempat lain di daerah perkotaan ‘blank spot’ atau kehilangan sinyal ada berada pada tempat-tempat tertentu dan cenderung dihindari, namun di sini di Kecamatan Alafan spot jaringan hanya berada pada tempat-tempat tertentu dan ‘berusaha’ untuk didapatkan.
BTS Kolok
Sinyal telkomsel di Alafan berasal dari kecamatan tetangga, yaitu BTS Nasrehe Salang dan Sibigo Simeulue Barat. Biasan sinyal dari kedua BTS inilah yang dimanfaatkan masyarakat Alafan pada titik-titik tertentu untuk bisa menelepon. Begitupun masyarakat Alafan sangat mensyukuri keadaan ini, jauh di lubuk hati, mereka sangat meyakini bahwa keadaan  ini merupakan sebuah kemerdekaan masyarakat dalam hal berkomunikasi. Jika dibandingkan beberapa tahun lalu, masyarakat harus menggunakan kurir atau pesan via orang yang bepergian dalam menyampaikan sebuah keperluan kepada orang lain di luar Alafan.
Di Kecamatan Alafan sebenarnya ada BTS telkomsel, namun sudah tidak aktif lagi setelah wilayah ini sering dihayak oleh gempa. Pada saat pengumpulan data pasca gempa, kecamatan Alafan ini merupakan wilayah yang paling sulit dikonfirmasi keadaan wilayahnya. Perlu kesabaran ekstra dan waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan kecamatan lain yang sudah mempunyai BTS (Base Transceiver Station) aktif.
Telkomsel telah beroperasi di Aceh sejak tahun 1996. Sampai saat sebelum terjadi bencana tsunami, ada 83 BTS yang melayani 300.000 pelanggan. Setelah bencana gempa dan tsunami lalu, 56 BTS Telkomsel dinyatakan tidak berfungsi. Setelah dilakukan perbaikan secara bertahap, Telkomsel saat ini telah mengaktifkan kembali 49 BTS. Sampai akhir Februari 2005 pihak telkomsel menargetkan 62 BTS yang akan diperbaiki. Selain akan terus memperbaiki BTS-BTS yang semula ada, telkomsel juga berencana akan menambah 20 BTS baru di seluruh Aceh, hingga jumlahnya mencapai 103 BTS (sumber Detik News).
Untuk Kabupaten Simeulue secara keseluruhan sampai dengan saat ini sudah memiliki 21 BTS Telkomsel yang tersebar di sepanjang pulau, diantaranya berada di daerah Labuhan Bhakti, Pasir Tinggi, Badegong, Kahad, Busung, Suak Buluh, Kolok, Suka Karya I, Suka Karya II, Linggi, Ganting, Air Pinang, Sambay, Teluk Dalam, Layabaung, Sibigo, Nasrehe, Kampung Aie, Lak Ayon, Lantik, Baby Island (Pig Island), dan Alafan. Untuk BTS Layabaung dan Badegong berfungsi sebagai pengantar sedangkan BTS Baby Island (Pig Island) berfungsi sebagai transmisi induk jalur utama jaringan masuk dari Pulau Sumatera ke Pulau Simeulue (sumber Jolys Barona Putera technical support Telkomsel Simeulue)
BTS yang ada saat ini dapat meng-coverage hampir seluruh bagian pulau, bahkan bisa sampai ke lautan luas sekitar pulau. Keadaan ini sangat menyenangkan dan menenteramkan para nelayan yang bisa selalu berkirim kabar walau mereka masih berada di tengah laut. Bahkan pada saat-saatemergency atau keadaan badai para nelayan bisa lebih dulu menginformasikan kepada sanak keluarganya yang berada di pulau untuk segera menyiapkan pertolongan bila diperlukan.
Sebuah anugerah anak pulau dalam aktifitas kesehariannya, sehingga tidak berlebihan jika masyarakat Simeulue umumnya dan Alafan khususnya mengatakan bahwa telkomsel adalah sebuah produk kemerdekaan yang telah memerdekakan Simeulue dari keterisoliran telekomunikasi sebelumnya.
Jauh di seberang lautan anak nelayan mendendangkan nandong sambil mengayuh perahunya menyatakan kebahagiannya dengan hasil tangkapan ikan dan sinyal telkomsel yang telah merengkuh kebudayaan mereka sehingga mereka bisa menikmati sebuah tatanan baru, tatanan globalisasi hidup bersama duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan sesama saudara lainnya di Indonesia tercinta ini…
Nandong : Seni tradisional simeulue
Pernah dimuat di : kompasiana
Protected by Copyscape Web Plagiarism Detection

Tsunami Mentawai dan Kearifan Smong Simeulue

Kejadian tsunami Mentawai pada Senin 25 Oktober 2010 lalu dengan kekuatan 7,2 skala richter (SR) telah menimbulkan dampak yang berat bagi daerah Mentawai sekitarnya. Tak kurang dari 449 orang telah dinyatakan sebagai korban tsunami dan warga yang dinyatakan belum ditemukan sebanyak 96 orang (Kompas 31 Okt 2010). Belum lagi dampak psikologis yang mendera warga Mentawai, yang tentu saja takkan mudah hilang dalam waktu yang singkat.
Tsunami adalah sebuah peristiwa fisik dan traumatik yang sangat menyedihkan perasaan umat manusia, tidak saja bagi mereka yang mengalaminya namun juga dirasakan secara generalis oleh umat manusia di dunia ini sebagai sebuah kejadian yang amat sangat memilukan.
Walaupun kita sudah menyiapkan sisitem peringatan dini melalui pelampung tsunami buoy yang telah dipasang di beberapa daerah termasuk di perairan antara Pulau Siberut Mentawai dengan pantai Sumatera Barat. Untuk memberikan peringatan melalui teknologinya kepada kita semua tentang akan terjadinya sebuah tsunami. Namun karena keterbatasan sebuah alat yang namanya buoy tersebut dan jaringan komunikasi daerah terpencil yang belum memadai, kitapun kembali terpana melihat kenyataan akhirnya tsunami kembali merenggut nyawa umat manusia begitu besar.

Buoy Tsunami
Kita tentu tidak dapat hanya menyandarkan pada buoy untuk sebuah peringatan yang dahsyat, dikarenakan keterbatasanbuoy tersebut terhadap kerusakan, posisi, vandalisme dan lain sebagainya. Tentu saja perlu adanya kajian alternatif lain untuk mendukung sistem peringatan dini melalui kajian kultur masyarakat Indonesia, tentang kearifan lokal peringatan dini tsunami yang dapat dipahami secara menyuluruh dalam sebuah wilayah budaya masyarakat.
Masyarakat Simeulue menyampaikan peringatan tradisional tsunami melalui ‘tutur’ secara turun temurun dari generasi ke generasi melalui cerita, nanga-nanga, sikambang dan nandong (seni tradisional Simeulue).
Smong (nama lain dari tsunami dalam bahasa Simeulue), adalah sebuah bentuk pemahaman budaya yang telah mengalami proses pengendapan berpuluh tahun dalam memori kolektif masyarakat Pulau Simeulue. Karena telah menjadi memori kolektif maka smong telah menjadi bagian dari jati diri masyarakat Simeulue. Potongan syair tentang itu dapat ditemukan pada senandung pengantar tidur anak-anak di Pulau Simeulue.
Istilah smong dikenal masyarakat Simeulue setelah tragedi tsunami pada hari Jumat, 4 Januari 1907. Gempa disertai tsunami dahsyat yang terjadi di wilayah perairan Simeulue masih pada zaman penjajahan Hindia Belanda. Kejadian tsunami ini tercatat dalam buku Belanda S-GRAVENHAGE, MARTINUSNIJHOF, tahun 1916 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Saat itu masyarakat Simeulue belum mengetahui perihal tsunami ini, laut yang tiba-tiba surut pasca gempa menjadi daya tarik bagi masyarakat pesisir pantai, karena ditemukannya banyak ikan-ikan yang terdampar. Sebagian besar penduduk pesisir berlarian ke arah pantai dan berebut ikan-ikan yang terdampar tersebut, namun secara mengejutkan tiba-tiba kemudian datanglah tsunami yang menderu-deru dari arah laut lepas, sebagian besar masyarakat meninggal atas kejadian itu. Dan sebagian yang selamat, menjadi saksi mata atas kejadian smong dan menuturkannya untuk generasi mendatang agar berhati-hati terhadap kejadian serupa.

Pulau Simeulue, Aceh
Simeulue, sebuah Pulau di wilayah perairan pesisir barat Aceh dengan kearifan lokal peringatan tsunaminya telah banyak membawa kebaikan bagi masyarakatnya terkait dengan kejadian demi kejadian gempa dan tsunami yang terjadi di sekitar Simeulue pada tahun-tahun terakhir ini.
Pada saat gempa dan tsunami Aceh tahun 2004 yang lalu di seluruh wilayah Kabupaten Simeulue lebih dari 1.700 rumah hancur tersapu tsunami, akan tetapi jumlah korban jiwa yang meninggal adalah 6 jiwa. Apabila diperkirakan di Pulau Simeulue rata-rata penghuni satu rumah adalah 5 jiwa, maka jumlah total manusia yang rumahnya diterjang tsunami lebih dari 8.500 jiwa. Atau sekitar 10 % dari total jumlah penduduk Kabupaten Simeulue. Hal ini berarti pada saat itu ada proses evakuasi besar-besaran dalam kurun waktu kurang dari 10 menit secara serempak di seluruh wilayah pantai Pulau Simeulue yang panjang garis pantainya mencapai 400 km. Mengingat bahwa infrastruktur telekomunikasi di Kabupaten Simeulue sangat terbatas maka peristiwa mobilisasi massa tersebut adalah peristiwa yang luar biasa.
Kejadian serupa itu hanya dapat dilakukan oleh sebuah pemahaman bersama yang kuat dengan persepsi yang sama terhadap satu objek tertentu. Sehingga pada saat kejadian yang sangat genting hal ini telah menjadi pengetahuan umum yang merata, yang dengan hanya satu sandi tertentu yang diucapkan maka hal tersebut akan menjadi gerakan massa yang sangat masif yang bergerak dengan kecepatan tinggi secara bersama-sama, walaupun mereka berada pada daerah yang terpisah-pisah.
Kata SMONG adalah kata sandi yang dipahami bersama oleh seluruh penduduk Pulau Simeulue untuk melukiskan terjadinya gelombang raksasa setelah terjadinya gempa besar. Mereka bukan hanya memahami kata tersebut saja, tetapi juga mereka memahami tindakan apa yang harus dilakukan apabila peristiwa tersebut terjadi. Ditengah tidak adanya sistem peringatan dini tsunami yang memadai, budaya smong yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Kabupaten Simeulue telah mengambil alih fungsi teknologi. Dan terbukti pula budaya ini telah meyelamatkan masyarakat Kabupaten Simeulue dari bencana yang lebih besar.
Masyarakat dunia yang juga mengetahui lemahnya sistem peringatan dini tsunami di sepanjang pantai barat Sumatera takjub melihat keajaiban yang terjadi di Pulau Simeulue. Hal ini kemudian mendorong masyarakat dunia melalui ISDR (International Strategy for Disaster Reduction) memberikan penghargaan SASAKAWA AWARD kepada masyarakat Kabupaten Simeulue. ISDR adalah lembaga dibawah Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations) yang memberikan perhatian pada upaya-upaya masyarakat mengurangi kerusakan dan kerugian akibat bencana. Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Bupati Simeulue Drs H Darmili mewakili seluruh masyarakat Kabupaten Simeulue pada tanggal 12 Oktober 2005 yang lalu di Bangkok, Thailand.

Sasakawa Award
Penghargaan tersebut adalah wujud pengakuan dunia internasional pada kekuatan budaya smongsebagai sistem peringatan dini tsunami. Budaya smong semakin menemukan pengakuan ditengah kondisi bahwa sebelum tsunami 26 Desember 2004, tidak ada sistem peringatan dini tsunami di sepanjang pantai barat Sumatera yang sangat rawan gempa dan tsunami.
Ditinjau dari sisi linguistik, terbentuknya kata smong cukup dekat dengan bunyi yang mendengung saat ombak menyerang bergulung-gulung. Di masyarakat Simeulue, smong berarti ombak besar yang datang bergulung-gulung yang didahului oleh gempa yang sangat besar. Fenomena yang dikenal masyarakat dunia dengan istilah tsunami. Pemahaman tentang smong ini tertanam kuat dalam memori masyarakat Simeulue dari anak-anak sampai orang tua.
Kuatnya penanaman smong dalam ingatan masyarakat Simeulue menunjukkan bahwa smong telah mengalami proses pengendapan yang lama sehingga lambat laun menjadi memori kolektif dalam bentuk sistem nilai masyarakat. Dalam sistem masyarakat Simeulue, penyampaian sebuah pesan sampai tertanam menjadi memori kolektif masyarakat hanya bisa dilakukan melalui media lisan.
Nandong sebagai sebuah seni tradisi lisan masyarakat Simeulue memegang fungsi penting dalam membangun memori kolektif tersebut. Dengan demikian nandong dalam masyarakat Simeulue tidak hanya menjalankan fungsi klasik pantun atau syair yaitu sebagai media penyampai isyarat, pendidikan, pencatat sejarah dan hiburan. Nandong telah sampai pada fungsi tertinggi budaya lisan yaitu pembangun memori kolektif masyarakat. Fungsi ini yang membuat nandong efektif membangun perilaku masyarakat Simeulue dalam merespon fenomena alam gempa bumi yang diikuti tsunami.
Berikut ini pantun atau syair tentang smong dalam bahasa Simeulue yang disampaikan secara turun temurun dalam menyikapi kewaspadaan dini terhadap kejadian tsunami :
Enggel mon sao curito (dengarlah sebuah kisah)
Inang maso semonan (pada zaman dahulu kala)
Manoknop sao fano (tenggelam sebuah desa)
Uwi lah da sesewan (begitulah dituturkan)
Unen ne alek linon (Diawali oleh gempa)
Fesang bakat ne mali (disusul ombak raksasa)
Manoknop sao hampong (tenggelam seluruh negeri)
Tibo-tibo mawi (secara tiba-tiba)
Angalinon ne mali (Jika gempanya kuat)
uwek suruik sahuli (disusul air yang surut)
Maheya mihawali (segeralah cari tempat)
Fano me singa tenggi (dataran tinggi agar selamat)
Ede smong kahanne (Itulah smong namanya)
Turiang da nenekta (sejarah nenek moyang kita)
Miredem teher ere (Ingatlah ini semua)
Pesan da navi da (pesan dan nasihatnya)
Sebenarnya kita bangsa Indonesia bisa mempopulerkan istilah smong sebagai khasanah kekayaan bahasa yang menerangkan kejadian tsunami. Bahkan lebih mendalam lagi, karena makna  psikologis smong bukan hanya sekedar tsunami saja namun juga sebagai istilah kearifan dalam upaya kewaspadaan dini terhadap kejadian tsunami berikut antisipasinya terhadap dampak yang dapat ditimbulkannya.
Demikianlah istilah smong dengan kearifan lokal Simeulue, semoga bisa menjadi alternatif kewaspadaan dini terhadap tsunami di negara kita yang hidup dalam lempengan gempa yang terbesar di dunia, dan harapan kita semoga dapat mengurangi korban tsunami untuk masa-masa akan datang.
Pernah dimuat di : kompasiana

Protected by Copyscape Web Plagiarism Detection

Kamis, 07 Juli 2011

Menyelesaikan Ratusan Buku Sebelum Akhirnya Alzheimer Menghentikannya


Alzheimer hinggap setelah Ia dapat menyelesaikan ratusan buku. Dialah Enid Blyton, pengarang buku serial yang terkenal itu. Buku karangannya sebagian besar adalah buku favorit dan digemari di seluruh dunia, dalam survei yang diadakan di sekolah-sekolah dasar dan menengah di Eropa, 80% anak-anak memilihnya sebagai pengarang favorit mereka.
13099281451667221080
Enid Blyton (childrensclassics)
Lahir di Dulwich, London, Inggris pada 11 Agustus 1897, merupakan salah satu dari enam penulis paling populer di dunia, buku-buku Enid diperkirakan terjual lebih dari 400 juta eksemplar, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Salah satu karakternya yang terkenal adalah Noddy, buku yang dikhususkan untuk pembaca pre school. Pembaca utama bukunya adalah anak-anak untuk masuk ke petualangan yang diciptakan oleh beliau.
Karangan lainnya yang sangat terkenal adalah Lima Sekawan terdiri dari 21 buku, cerita berdasarkan empat orang anak dan seekor anjingnya, yang cukup populer dengan pemaca Indonesia, kemudian Pasukan Mau Tahu yang terdiri dari 15 buku, cerita lima anak yang sedang berlibur dan sering bermasalah dengan polisi lokal, setelah itu Sapta Siaga yang terdiri dari 15 buku, bercerita tentang tujuh anak yang memecahkan berbagai misteri, serta berbagai ratusan buku terkenal lain yang sempat diselesaikan oleh Blyton.
1309928539135050660
5 Sekawan (goodreads)
Ia mulai menulis saat masih sekolah, buku puisi pertamanya berjudul Child Whispers di publish pada tahun 1922. Penulis kreatif 600 judul buku untuk anak-anak itu dijuluki sebagai Ratu Tukang Cerita. Enid Blyton gemar membaca sejak kecil. Bakat istimewanya sebagai pengarang cerita tampak setelah ia menjadi guru.
Enid Blyton sempat menyelesaikan ratusan buku, sebelum Ia menderita penyakit yang menakutkan bagi seorang penulis, yaitu Alzheimer. Penyakit alzheimer dapat menghapus memori dan menghilangkan konsentrasi seseorang. Bayangkan seandainya saja tiba-tiba penyakit itu datang pada saat seorang penulis sedang menyelesaikan sebuah karangan atau tulisannya, itu merupakan kiamat yang besar bagi penulis.
Sekitar tahun 1959, tiba-tiba Enid pikun dan lupa, sehingga tak mustahil membuat Ia mengalami depresi berat. Ketika itu usianya sekitar 62 tahun, Enid mengalami penurunan daya ingatan yang progresif yang mengurangi daya cipta dan daya nalarnya sebagai seorang penulis dan secara bertahap semakin memberat, sehingga membuat Ia harus berhenti menulis untuk selama-lamanya. Sebuah majalah Enid Blyton juga ditutup pada tahun yang sama, dan pada awal tahun enam puluhan Ia semakin sulit berkonsentrasi untuk menulis. Selama bulan-bulan berikutnya, penyakitnya sendiri tumbuh semakin memburuk.
Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf otak yang kompleks dan progresif. Penyakit Alzheimer bukannya penyakit menular. Penderita Alzheimer mengalami keadaan penurunan daya ingat yang parah sehingga penderita akhirnya tidak lagi mampu mengurus dirinya sendiri.
Alzheimer tergolong sebagai salah satu jenis dementia yang ditandai dengan melemahnya kemampuan bercakap, kemampuan berpikir sehat, daya ingat, kemampuan mempertimbangan, adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku yang tidak terkendali. Keadaan ini amat membebani penderita dan juga anggota keluarga yang perlu menjaga dan merawatnya. Menurunnya fungsi ingatan juga memengaruhi fungsi intelektual dan sosial penderitanya.
Setelah diketahui Ia menderita alzheimer, lalu Enid dipindahkan ke Panti Jompo Greensway di Fellows Road, Hampstead, London, untuk mendapatkan perawatan selanjutnya sampai Ia meninggal dunia setelah tiga bulan kemudian. Enid meninggalkan dunia ini pada usia 71 tahun, tepatnya pada 28 November 1968.
13099292002034470252
Blue Plaque Popular Writer (Wiki)
Masyarakat Inggris memberikan penghargaan Blue Plaque Popular Writer yang ditempelkan di depan rumahnya sebagai ikon penulis 600 buku agar Ia tetap dikenang, walau kini Ia telah tiada, Ia meninggalkan kenangan manis bagi seluruh anak di dunia, meninggalkan warisan buku yang sangat banyak yang tetap mengabadikan namanya untuk generasi selanjutnya, dan meninggalkan sepotong kisah tentang kebesaran dan kesuksesannya.
Selamat jalan Enid, semoga engkau tetap dikenang oleh generasi selanjutnya sebagai seorang penulis legenda terbesar.
Sumber BBC News, Wikipedia , enidblyton.net, bukabuku.com, Alzheimer Research Foundation, dan sumber lainnya.
Pernah dimuat di : kompasiana
Protected by Copyscape Web Plagiarism Detection

Minggu, 03 Juli 2011

Perlawanan Panjang Sang Legendaris Melawan Pukulan Parkinson

Siapa yang tak kenal Mohammad Ali, The Greatest dan Sang penakluk? Digjaya pada zamannya dan tak terkalahkan. Puluhan petinju terbaik di dunia takluk di bawah tekanan pukulannya yang menghentikan perlawanan para penantang. Petinju yang bergelar si ‘Mulut Besar’ itu pada masa keemasannya begitu trengginas dan lincah berlari di seputaran ring tinju sambil melepaskan jab-jab mautnya. Kuat, berkarakter dan punya nama besar, saat itu Ali begitu ditakuti, petinju lain jauh-jauh hari harus terlebih dahulu menerima kekalahan psikologis sebelum bertanding.
1309539561847654883
Ali pada Masa Jaya (health.howstuffworks)


Kini sang mantan juara tinju dunia itu harus rela melawan pukulan penyakit berat. Pada tahun 1984 pada usia 42 tahun, Dia harus berjuang melawan penentang terberat sepanjang hayatnya? menghadapi gempuran progressifitas Parkinson.
Penduduk dunia dan penggemarnya harus rela melihat keadan Mohammad Ali saat ini, Ia hampir tidak dapat berbicara, Ia hampir tidak bisa berjalan tanpa bantuan, tangannya gemetar dan goyang. Saat ini tak terdengar lagi ‘bualannya’ “Akulah The Greatest..!”
Parkinson telah mengontrol motorik dan kemampuan bicaranya, Ali mulai menunjukkan gejala penyakit segera setelah pensiun dari ring tinju pada tahun 1981. Tapi kondisinya belum terdiagnosis sampai tiga tahun kemudian. Pada tahun 1984 Ia baru mengalami tremor pertama, pidatonya mulai tidak jelas, dan gerakan tubuhnya menjadi lambat.
Penyakit Parkinson menggerogoti sistem saraf Ali yang mempengaruhi gerakan. Berkembang secara bertahap dan bersifat semakin memberat (progressif). Menyebabkan perlambatan gerakannya.Hilangnya ekspresi wajah penderita dan hilangnya ayunan lengan saat berjalan membuat wajah Ali laksana topeng tanpa ekspresi dan berjalan tertatih. Bicaranya cenderung seperti bergumam dan mengarah ke masalah lainnya yaitu depresi.
1309533036844885120
Parkinson membuat Ali harus menggunakan alat bantu berjalan (dailymail)
1309533197475215604
Presidential Medal of Freedom (Wiki)
Ali yang pernah menolak wajib militer perang melawan Vietnam pada tahun 1966 itu sebelumnya tak pernah mengeluhkan penyakit berarti, dokter belum mengetahui secara pasti apa penyebab parkinson Ali. Sebagian dokter memperkirakan berasal dari kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Dalam sekitar 5 sampai 10 persen pasien, ada sejarah keluarga yang kuat dari penyakit tersebut [sumber: National Parkinson Foundation ]. Parkinson dapat mempengaruhi generasi yang sama (saudara), atau dua generasi yang berbeda (ortu dan anak) dalam persentase yang kecil.
Namun sebagian medis percaya bahwa dalam kasus Ali ada sebab yang berhubungan dengan efek olah raga tinju yang digelutinya. Tes fisik Ali menunjukkan adanya keterkaitan dengan tinju. Ditemukan bahwa Ali memiliki lubang di membran yang memisahkan dua sisi otaknya. Prediksi akibat pukulan di kepala berulang kali. Selanjutnya, Ali terbukti memiliki serangkaian perubahan degeneratif di batang otaknya, bagian dari otak yang terkait dengan produksi dopamin, suatu neurotransmitter yang berkurang pada mereka yang menderita Parkinson. Batang otak Ali terbukti secara signifikan rusak, dan dokter nya pernah menyampaikan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan atas perintah Mohammad Ali, bahwa mereka percaya kerusakan otak Ali akibat frekuensi induksi pukulan.

Namun pernyataan berbeda disampaikan oleh dokter ringside Mohammad Ali, Dr. Ferdie Pacheco, menyatakan bahwa aktifitas tinju pada masa muda bukanlah penyebab cedera otak Mohammad Ali, melainkan karena Ali bertarung terlalu panjang pada usia yang bisa dikatakan lanjut. Mereka yang akrab dengan karir Ali tahu bahwa ia bertempur dengan baik pada masa mudanya, dan bahwa pada dua pertarungan sebelum dia pensiun, Ia menerima pukulan yang buruk dari Larry Holmes dan Trevor Berbick. Ali menerima pukulan yang berat pada kepalanya dalam dua pertandingan terakhirnya. Jika Ali memilih pensiun di puncak masa jayanya ketika keterampilan masih utuh dan pada masa yang tepat, mungkin sejarah akan bercerita lain.
Sisi manakah sebenarnya yang benar? Para ahli mengamati beberapa kasual yang ada, dan melihat beberapa sisi argumen dan menggunakan penilaian diagnostik mereka yang terbaik dalam mengambil kesimpulan yang logis. Dalam pemeriksaan jejas (lesion)  yang ada, dan hubungan yang jelas antara trauma kepala berulang dan kerusakan otak permanen, tampaknya logis untuk menyimpulkan bahwa didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara sindrom parkinson Mohammad Ali dengan karir tinjunya.
Sampai saat ini belum ada obat yang tuntas untuk penyakit Parkinson, kebanyakan hanya obat-obatan yang bersifat mengobati (symptom) gejalanya saja. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin menyarankan operasi. Begitupun pada kasus Ali, Ia lebih menerima pengobatan seumur hidupnya dengan obat dan fisioterapi.
1309533247497283854
Mohammad Ali Parkinson's Center & Movement Disorders Clinic (Wiki)
ntuk keadaan sekarang, Ali bolehlah dikatakan takluk secara fisikal dengan parkinson yang dideritanya, namun secara spirit Ia tetap yang terbaik sepanjang sejarah tinju dunia. Penyakit yang dideritanya tidaklah membuat Ia takluk dan patah semangat, malah Ia semakin berkomitmen dan mendapat empati di hati masyarakat dunia. Beberapa penghargaan pernah diraihnya setelah Ia menderita parkinson, yang terbaik diantaranya adalah ‘Presidential Medal of Freedom’ yang disematkan oleh Presiden AS George W Bush pada tahun 2005 di White House. Dan yang sangat berkesan lainnya adalah Ali telah mengabdikan dirinya untuk upaya kemanusiaan di seluruh dunia. Dia adalah seorang Muslim yang taat, ikut memberikan bantuan kemanusiaan, mendukung pendidikan, dan mendorong sesama untuk saling menghormati dalam kesetaraan dan terakhir ini Ia membangun sebuah klinik gangguan parkinson yang diberi nama ‘Mohammad Ali Parkinson’s Center & Movement Disorders Clinic’. Klinik yang berkomitmen dalam memberikan pengobatan, penelitian, dan pendidikan untuk pasien dan keluarga yang terkena penyakit Parkinson dan gangguan gerak lainnya.

Sungguh komitmen yang luar biasa dari seorang Ali yang masih berusaha melawan penyakitnya sendiri, untuk meringankan serta mencari solusi penyakit parkinson agar apa yang Ia derita saat ini tak lagi dirasakan umat manusia kelak di kemudian hari.
Bravo Sang Legendaris, Engkau tetap The Greatest

Pernah dimuat di : kompasiana
Protected by Copyscape Web Plagiarism Detection